daulat.co – Jaksa Penuntut Umum (JPU) berkeyakinan bahwa Presiden Komisaris PT Trada Alam Minera Tbk (TRAM), Heru Hidayat melakukan tindak pidana pencucian uang dari hasil tindak pidana korupsi PT Jiwasraya. Salah satu modus TPPU yang diyakini jaksa yakni untuk pembayaran kasino.
Demikian diuraikan jaksa penuntut umum saat membacakan tanggapan atas eksepsi tim kuasa hukum Heru Hidayat, di PN Jakarta, Rabu (17/6/2020). Jaksa memastikan, surat dakwaan terdakwa Heru telah tercantum dengan jelas, lengkap dan cermat setiap kualifikasi unsur pasal dihubungkan dengan tahapan Tindak Pidana pencucian Uang yang dilakukan oleh terdakwa mulai dari tahapan penempatan (placement), bagaimana terdakwa Heru Hidayat menempatkan uang hasil Tindak Pidana korupsi yang bersumberkan dari pengelolaan investasi Asuransi Jiwasraya ke dalam beberapa rekening pribadi Terdakwa maupun ke dalam sejumlah rekening pihak lain (nominee).
Penuntut Umum kemudian menguraikan proses layering atau pemisahan hasil tindak pidana dari sumbernya ke dalam beberapa bentuk investasi milik terdakwa. Selain itu, integration (integrasi) yang merupakan upaya menggunakan harta kekayaan yang tampak sah ke dalam beberapa bentuk yang dilakukan terdakwa Heru. Termasuk salah satunya pembayaran kasino.
“Baik dalam hal pembayaran sejumlah tanah dan bangunan, pembelian valas, pembayaran kasino, pembelian sejumlah kendaraan bermotor maupun akuisisi sejumlah perusahaan telah dijelaskan secara cermat, lengkap oleh Penuntut Umum dalam Surat Dakwaan,” ucap jaksa Ardito.
Sebab itu, jaksa menyangkal tuduhan tim kuasa hukum Heru yang menyebut surat dakwaan Penuntut Umum tidak jelas dan tidak lengkap dalam menguraikan 3 tahapan rangkaian dalam TPPU. Menurut jaksa, penasihat hukum terdakwa Heru seyogyanya tidak mengartikan TPPU dalam arti yang sempit.
Ditekankan jaksa, TPPU merupakan tindak pidana lanjutan (follow up crime) yang merupakan kejahatan dari tindak pidana asal (predicate crime). Menurut Jaksa, tujuan pelaku TPPU bukan hanya menyembunyikan tetapi juga mengubah asal usul harta kekayaan untuk tujuan selanjutnya dan menghilangkan hubungan langsung dengan kejahatan asalnya dan maksud dan tujuan tersebut telah diuraikan secara jelas, lengkap dan cermat sebagaimana surat dakwaan penuntut umum tertanggal 20 Mei 2020.
“Sehingga dalil Penasihat Hukum Terdakwa Heru Hidayat pada angka 12 Nota Keberatan adalah keliru dan tidak berdasar sehingga patut untuk dikesampingkan,” tegas Jaksa.
Jaksa juga membantah keberatan para terdakwa yang menilai perbuatan mereka merupakan pelanggaran pasar modal dan bukan tindak pidana korupsi. Dikatakan jaksa, pasar modal hanya menjadi modus para terdakwa dalam korupsi yang mereka lakukan.
Atas dasar keyakinan itu, jaksa penuntut umum meminta hakim menolak eksepsi terdakwa Heru. Jaksa menilai materi nota keberatan terdakwa Joko Hartono Tirto sudah masuk ke pokok perkara. Menurut jaksa, sidang ini perlu di lanjutkan ke tahap selanjutnya.
“Kami secara tegas menyatakan keberatan tim penasehat hukum terdakwa tersebut sudah masuk dalam lingkup materi pokok perkara yang kebenarannya akan dibuktikan lebih lanjut dalam pemeriksaan di persidangan,” tandas jaksa.
Selain didakwa melakukan korupsi Jiwasraya, Presiden Komisaris PT Trada Alam Minera Tbk (TRAM), Heru Hidayat sebelumnya juga didakwa melakukan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Diduga TPPU itu hasil korupsi Jiwasraya yang merugikan keuangan negara senilai Rp 16,8 triliun.
Demikian terungkap saat Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan Agung (Kejagung) membacakan surat dakwaan terdakwa Heru, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (3/6/2020). Dalam dakwaan jaksa terungkap sejumlah modus TPPU yang diduga dilakukan Heru. Salah satunya dengan menyamarkan asal usul harta kekayaan pada rekening Freddy Gunawan.
“Melakukan penempatan uang dengan tujuan untuk menyamarkan asal usul harta kekayaan pada rekening Freddy Gunawan,” ucap jaksa.
Kemudian, sambung jaksa, harta tersebut digunakan untuk sejumlah hal. Salah satunya untuk pembayaran judi kasino.
“Melakukan penempatan uang pada Bank BCA dengan no. rekening giro
3863008979 dengan tujuan pembayaran judi (Kasino),” ungkap jaksa.
Setidaknya ada empat tempat terkait judi kasiono yang diungkap jaksa dalam surat dakwaan. Adapun TPPU terkait judi kasino itu yakni:
1. Tanggal 24/03/2015 untuk membayar kasino MBS (Marina Bay Sands)
sejumlah Rp 912.000.000;
2. Tanggal 18/06/2015 untuk membayar kasino MBS (Marina Bay Sands)
sejumlah Rp 690.000.000;
3. Tanggal 14/12/2015 untuk membayar kasino RWS (Resort World Sentosa)
sejumlah Rp 900.000.000;
4. Tanggal 23/12/2015 untuk membayar kasino RWS (Resort World Sentosa)
sejumlah Rp 500.000.000;
5. Tanggal 22/01/2016 untuk membayar kasino MBS (Marina Bay Sands) dan
RWS (Resort World Sentosa) sejumlah Rp 1.000.000.000;
6. Tanggal 17/03/2016 untuk membayar kasino RWS (Resort World Sentosa)
sejumlah Rp500.000.000;
7. Tanggal 29/04/2016 untuk membayar kasino MBS (Marina Bay Sands)
sejumlah Rp 500.000.000;
8. Tanggal 16/05/2016 untuk membayar kasino RWS (Resort World Sentosa)
sejumlah Rp 500.000.000;
9. Tanggal 07/06/2016 untuk membayar kasino Sky City di New Zealand
sejumlah Rp 3.500.000.000;
10. Tanggal 08/06/2016 untuk membayar kasino Sky City di New Zealand sejumlah Rp 1.500.000.000;
11. Tanggal 09/08/2016 untuk membayar kasino RWS (Resort World Sentosa) sejumlah Rp 1.470.000.000;
12. Tanggal 06 September 2016 sebesar Rp 2.200.000.000 untuk bayar kasino MGM di Macau;
13. Tanggal 23 November 2016 sebesar Rp 5.000.000.000
dalam 2 (dua) kali transfer @2.500.000.000 untuk keperluan bayar kasino MGM di Macau;
14. Pada tanggal 19 Juli 2013 ke BCA No. Rekening 3863008979, sejumlah
Rp 11.070.000.000,00 untuk membayar
hutang kasino di Macau oleh terdakwa Heru Hidayat;
15. Tanggal 22 Juli 2013 ke BCA No. Rekening 3863008979 sejumlah
Rp10.044.549.000 untuk membayar hutang kasino di Macau oleh terdakwa Heru Hidayat;
Selain itu Freddy Gunawan juga penempatan uang pada Bank BCA dengan no. rekening Giro
0827798979. Dari rekening teraebut kemudian digunakan untuk:
1. Tanggal 09/06/2017 untuk membayar kasino RWS (Resort World Sentosa) sejumlah Rp 4.870.000.000;
2. Tanggal 13/02/2018 untuk renovasi lantai 4 gedung di Pantai Indah Kapuk
sejumlah Rp 2.500.000.000;
3. Tanggal 09/04/2018 untuk membuat kapal pinisi di Bira Sulawesi Selatan
sejumlah Rp 4.000.000.000;
Terkait TPPU, terdakwa Heru didakwa dengan Pasal 3 ayat (1) huruf c Undang-Undang RI Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang. Heru juga didakwa dengan Pasal 4 Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Adapun dalam perkara dugaan korupsi di PT Asuransi Jiwasraya (PT AJS), Heru didakwa bersama-sama sejumlah pihak. Yakni, mantan Direktur Utama PT Asuaransi Jiwasraya Hendrisman Rahim; mantan Direktur Keuangan PT Asuransi Jiwasraya Hary Prasetyo; mantan Kepala Divisi Investasi PT Asuransi Jiwasraya Syahmirwan; Direktur PT Hanson Internasional Benny Tjokrosaputro; dan Direktur PT Maxima Integra Joko Hartono Tirto. Perbuatan Heru bersama-sama sejumlah pihak itu merugikan negara senilai Rp 16,8 triliun.
Atas perbuatan itu, Terdakwa Heru Hidayat didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) Jo. Pasal 18 dan atau Pasal 3 Jo Pasal 18 ayat (1) huruf b, ayat (2) dan ayat (3) UU 31 Tahun 1999
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
(Rangga Tranggana)