![dok KPK](https://daulat.co/wp-content/uploads/2020/05/dok-KPK2.jpg)
dok KPK
daulat.co – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sedang mengusut vendor yang terlibat dalam bantuan sosial (bansos) Covid-19 untuk wilayah Jabodetabek. Tak terkecuali perusahaan yang ditunjuk lansung dalam penyaluran bansos tersebut.
Upaya itu dilakukan dengan salah satunya memeriksa Direktur Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial Kementerian Sosial (Dirjen Linjamsos Kemsos) Pepen Nazaruddin, pada Senin (21/12/2020). Pepen diperiksa sebagai saksi sekaligus untuk melengkapi berkas penyidikan mantan Menteri Sosial (Mensos) nonaktif Juliari P. Batubara.
“Penyidik menggali keterangan saksi terkait tahapan dan proses dilakukannya penunjukan langsung (PL) para vendor (Kontraktor) yang menyalurkan Bansos untuk wilayah Jabodetabek Tahun 2020,” ucap Plt Jubir KPK, Ali Fikri dalam keterangannya, Selasa (22/12/2020).
Sebelumnya, tim penyidik telah memeriksa Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Kemsos Adi Wahyono. Dalam pemeriksaan itu, tim penyidik mencecar Adi Wahyono yang telah dijerat sebagai tersangka kasus ini terkait proses penyusunan dan pelaksanaan kontrak pengadaan bansos Covid-19 untuk wilayah Jabodetabek.
Informasi yang beredar, Juliari membentuk tim khusus dalam memilih vendor. Tim khusus itu beranggotakan Pepen Nazaruddin; Adi Wahyono; dan Matheus Joko Santoso. Adi dan Matheus merupakan pejabat pembuat komitnen (PPK).
Matheus dan Adi meminta fee Rp 10 ribu per paket sejak awal penunjukan. Uang tersebut diserahkan setelah perusahaan mereka mendapat surat perintah kerja (SPK) dari Kementerian Sosial.
Diantara perusahaan yang ditunjuk oleh Juliari yakni PT Anomali Lumbung Artha, PT Famindo Meta Komunika, dan PT Integra Padma Mandiri. Dikabarkan, PT Anomali Lumbung Artha mendapat 1,506 juta paket; PT Famindo Meta Komunika mendapatkan 1,23 juta paket; dan PT Integra Padma Mandiri mendapatkan 1,5 juta paket.
Anomali mendapat pengerjaan paket pada tahap III atau sekitar April dan Mei. Integra Padma Mandiri mendapat paket tahap IX atau pada Agustus-September. Sedangkan Famindo Meta Komunika mendapatkan paket bahan pokok tahap VIII.
Selain Rp 10 ribu untuk Juliari Batubara, Matheus dan Adi meminta tambahan upeti sebesar 10-12 persen dari nilai pengadaan. Alasannya lantaran paket ada pemiliknya. Disebut-sebut pemilik paket itu yakni sejumlah politikus dan pejabat pemerintah. Ketiga perusahaan tersebut diduga mendapat pekerjaan paket yang “dimiliki” seorang pemimpin komisi di DPR dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan.
KPK memastikan mengusut asal usul dan rekam jejak vendor atau rekanan Kementerian Sosial dalam pengadaan dan distribusi bansos. Tak tertutup kemungkinan rekanan yang ditunjuk Kemsos tidak kompeten atau bahkan perusahaan yang baru berdiri.
Pendalaman mengenai identitas para vendor ini penting dilakukan lantaran terdapat sekitar 272 kontrak terkait pengadaan serta penyaluran paket bansos berupa sembako untuk wilayah Jabodetabek dengan anggaran senilai Rp 5,9 triliun.
“Nanti kita lihat juga siapa saja yang menjadi vendor-vendor yang menyalurkan sembako gitu kan, apakah mereka layak, artinya itu, memang dia punya usahanya itu, pengadaan sembako, atau tiba-tiba perusahaannya baru didirikan kemudian langsung dapat pengerjaan itu. Tapi kemudian dia (vendor itu) men-subkan ke pihak lain, dia hanya ingin mendapatkan fee, dan itu kan harus kita dalami,” ujar Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata di Gedung KPK, Jakarta, Senin (14/12/2020).
Dipastikan Alex, KPK akan mendalami proses pemilihan vendor hingga penyaluran bansos hingga sampai ke masyarakat. Terdapat dugaan adanya rekanan yang hanya meminjam bendera perusahaan lain.
“Jadi prinsipnya kan ada 272 kontrak kalau enggak salah, ya semua harus didalami. Siapa mendapat pekerjaan itu, darimana, atau bagaimana dia mendapatkan pekerjaan itu dan apakah dia melaksanakan penyaluran sembako itu atau hanya, itu tadi, modal bendera doang, di sub-kan, itu semua harus didalami,” ujar Ali.
(Rangga Tranggana)