20 May 2024, 04:38

Ketua Fraksi PKB DPRD DKI Jakarta Jadi Calo Tanah Imam Nahrowi

daulat.co – Ketua Fraksi PKB DPRD DKI Jakarta Hasbiallah Ilyas menjadi calo atau broker jual beli sebidang tanah di Jalan Manunggal II, Ceger, Cipayung, Jakarta Timur. Melalui Hasbiallah, tanah seluas 1200 m2 itu dibeli oleh mantan Menpora Imam Nahrawi dari pihak swasta bernama Thamrin.

“Pernah (menjadi perantara jual beli tanah).di ceger” kata Hasbiallah Ilyas saat bersaksi untuk terdakwa sekaligus asisten pribadi Imam Nahrawi, Miftahul Ulum, Senin (11/5/2020) malam.

Awalnya, Imam bercerita kepada Hasbiallah ingin mencari tanah di Jakarta. Kemudian permintaan itu disanggupi Hasbiallah. Kebetulan Thamrin kolega Hasbiallah saat itu menjual tanahnya.

“Pada waktu itu pak Imam masih jadi Sekjen di DPP PKB, kita main setelah pemilu, pak Imam ngomong pengen punya rumah di DKI, cariin tanah dong ji (Hasbiallah), ya saya cariin ya udah muter-muter akirnya ketemu tanah pak Thamrin yang kebetulan temen saya juga, Pak Imam lihat di Ceger cocok,” ujar dia.

Singkat cerita, Imam tertarik dengan tanah yang dijual itu. Menurut Hasbiallah harga tanah yang dijual saat itu senilai Rp 4 juta permeter. Sehingga total jual beli tanah itu senilai Rp 4 miliar.

Terkait jual beli maupun pembayaran tanah, kata Hasbiallah, dirinya lebih banyak berhubungan dengan Ulum. Pembayaran tanah, sambung Hasbiallah, dilakukan secara bertahap tanpa bukti pembayaran.

“Saya yang bayar ke pemilik uang dari mas Ulum. Melalui mas Miftahul Ulum. (Pembayaran tanah) bertahap, dicicil cash. Ngga (ada kuitansi) ada saling kepercayaan saja,” ujar Hasbiallah.

“Di BAP no 12 dicicil 500 juta?,” tanya jaksa.

“Saya ikut bap saja karena waktu itu saya dikumpulin berdua,” jawab Hasbiallah dengan logat Betawi.

Tak hanya menjadi calo tanah, Hasbiallah juga menawarkan jasa balik nama surat tanah dan pembuatan pondasi rumah dengan total buaya senilai Rp 170 juta.

Menurut Hasbiallah, biaya balik nama dari Thamrin ke istri Imam Nahrawi, Shobibah Rohman senilai Rp 50 juta. Sementara jasa biaya pembuatan pondasi senilai Rp 120 juta.

“Akta sertifkat atas nama ibu Shobibah,” ujar dia.

“Saya suruh cariin tanah, yang nukangin saya, saya bangun saya bikin gambar, saya konsolidasi ke ibu (Shobibah) di rumah beliau di kalibata di rumah dinas DPR, konsolidasi ini itu,” ucap dia.

Namun, Ulum belum membayar lunas kesepakatan senilai Rp 170 juta itu. Alhasil Hasbiallah menahan surat tanah tersebut. Belakangan surat tanah itu diserahkan Hasbiallah ke penyidik KPK.

“Saya nagih ke mas ulum udah pegel, pegel bahasa betawinya apa ya mohon maaf, gimana ya ‘lum kapan mau bayar? ‘lagi gak punya duit, lagi gak punya duit’,” ujar dia.

“Ngga taunya tiba-tiba diputusin sepihak, bukan saya lagi yang ngebangun, padahal saya udah bangun fondasi, ya udah saya tahan suratnya sampai dia bayar punya saya. Saya kan ngarep saya yang bangun, tiba-tiba ada orang ibu Shohibah namanya dadang saya yang bangun ini rumah, ya sudah,” tandas Hasbiallah.

Diberitakan sebelumnya, Budipradono Architecs diketahui pernah membuatkan desain rumah dan butik untuk istri Imam Nahrawi, Shobibah Rohman. Atas jasanya tersebut, Budipradono Architecs menerima imbalan miliaran rupiah dari pihak Shobibah.

Demikian diungkapkan Budiyanto Pradono selaku arsitek dari Kantor Budipradono Architecs saat bersaksi untuk terdakwa Imam Nahrawi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (29/4/2020).

Lantaran uang sudah diterima, kata Budiyanto, desain rumah di Ceger dan interior butik di Kemang sudah selesai dikerjakan pihaknya. Semua proses desain yang diminta Shobibah, kata Budiyanto telah selesai kerjakan dan diberikan kepada Nino, orang suruhan Shobibah.

“Ceger sudah dikerjakan. Desain interior butik di Kemang sudah dikerjakan. (Rumah tinggal) Jagakarsa sudah dikerjakan bahkan sampai 100 persen,” ucap Budiyanto.

“Surat dan design sudah diberikan pada pak Nino. Kenalnya karena dia ngontak saya sendiri,” ditambahkan Budiyanto.

Terkait urusan pembayaran, Budiyanto mengaku pihak Shobibah melalui Miftahul Ulum telah menyerahkan Rp 2 miliar kepada Intan secara bertahap. “Yang dibayarkan Rp 2 miliar, padahal kalo 3 rumah ngga sampai segitu,” kata Budiyanto.

Budiyanto sendiri mengenal Shobibah di Mall Pacific Place, Jakarta Selatan sekitar tahun 2015. Saat itu Budiyanto dan stafnya Intan Kusumadewi dikenalkan dengan Shobibah oleh Dadank I Sarjani selaku owner representative.

“Intinya (Shobibah) mau membuat rumah di Ceger (Jakarta Timur),” terang Budiyanto.

Setelah pertemuan pertama itu, Budiyanto dan Intan kembali membuat janji bertemu dengan Shobibah di rumah dinas Imam Nahrawi di Jalan Widya Chandra, Jakarta Selatan.

Pertemuan itu turut dihadiri oleh Imam Nahrawi. Saat itu, Budiyanto datang dengan membawa proposal rincian biaya desain rumah lengkap dengan interiornya seperti yang diminta Shobibah.

“Pertama kali perkenalan di Pacific Place. Setelah siap dengan proposal baru di Widya Chandra. (Bersama) Pak Imam dan Ibu Shobibah,” ujar Budiyanto.

Kemudian, Budiyanto mempresentasikan rencana desain rumah dalam proposalnya yang kemudian disetujui oleh Shobibah. Untuk urusan administrasi, Shobibah meminta Budiyanto berkordinasi dengan Miftahul Ulum.

“Lalu saya hubungkan (Ulum) dengan Bu Intan urusan administrasi, karena saya urusannya bagian desain,” kata Budiyanto.

“Nilai kontrak Rp 700 juta untuk jasa desain. Proposal Rp 1 miliar lebih. Diberi diskon, karena ada rumah untuk pesantren,” ditambahkan Budiyanto.

“Apa ada permintaan lainnya?” tanya jaksa KPK.

“Ada interior cafe dijalan Benda dan rumah tinggal di Jaksel, Jagakarsa. Desain interior butik,” jawab Budiyanto.

“Jasa desainnya berapa?,” kata jaksa kembali bertanya.

“Rp 90 juta di kontraknya. Rumah ketiga Jagakarsa bentuknya desain rumah tinggal dan ada tempat joglo dan pesantrennya. Nilainya ditawarkan dan disepakati Rp 850 juta,” jawab Budiyanto.

Imam Nahrawi membantah kesaksian tersebut. Bahkan Imam meminta jaksa menghadirkan Intan untuk membuktikan adanya pembayaran dari Miftahul. Namun, Budiyanto menyanggah permintaan itu lantaran Intan sudah meninggal.

“(Intan) sudah meninggal 1 bulan lalu. Sebelumnya kerja posisi sebagai sekretaris,” ujar Budiyanto.

Dalam perkara ini, Imam Nahrawi bersama-sama asisten pribadinya Miftahul Ulum didakwa menerima suap sebesar Rp 11,5 miliar dari mantan Sekretaris Jenderal KONI Endang Fuad Hamidy agar mempercepat proses persetujuan dan pencairan bantuan dana hibah yang diajukan oleh KONI pusat kepada Kemenpora pada tahun kegiatan 2018 lalu.

Imam Nahrawi selain itu didakwa melalui Ulum menerima gratifikasi dari beberapa pihak berupa uang sejumlah Rp 8,6 Miliar. Pemberian gratifikasi itu salah satunya digunakan Imam untuk pembangunan rumah.

Dijelaskan dakam dakwaan, ada uang gratifikasi sejumlah Rp2 miliar dari Lina Nurhasanah selaku Bendahara Pengeluaran Pembantu (BPP) Program Indonesia Emas (PRIMA) KEMENPORA RI periode tahun 2015 sampai dengan 2016.

Kemudian uang itu digunakan untuk pembayaran jasa desain Konsultan Arsitek Kantor Budipradono Architecs. Uang tersebut digunakan untuk pembayaran jasa Konsultan Arsitek Kantor Budipradono Architecs.

Masing-masing jasa Desain Arsitektur Rumah di Jalan Manunggal II, Ceger, Cipayung, Jakarta Timur; jasa Desain Interior Hatice Boutique & Café Jl Benda Raya No. 54C Kemang, Jakarta Selatan dan jasa Desain Tahap Awal Arsitektur (preliminary) Rumah Jalan Pembangunan, Cipedak, Jagakarsa, Jakarta Selatan.

(Rangga Tranggana)

Read Previous

Validasi BLT-DD, Kades Kaligelang Ingatkan Jajarannya Tidak Keliru Data Calon Penerima

Read Next

Eks Dirut Jasa Tirta II Djoko Saputro Dituntut 5 Tahun Penjara