![](https://daulat.co/wp-content/uploads/2023/02/Hakim-Agung-Sudrajad-Dimyati.jpeg)
daulat.co – Hakim Agung nonaktif, Sudrajad Dimyati didakwa menerima suap SGD 200 ribu. Diduga suap itu berasal dari Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Intidana yang diserahkan Heryanto Tanaka (HT) dan Ivan Dwi Kusuma Sujanto (IKS) bersama dua pengacaranya, yakni Theodorus Yosep Parera (TYP) dan Eko Suparno (ES).
Hal itu terungkap dalam surat dakwaan terdakwa Sudrajad Dimyati yang dibacakan jaksa penuntut umum (JPU) pada KPK, di Pengadilan Negeri (PN) Bandung di Kota Bandung, Jawa Barat, Rabu (15/2/2023). Sudrajad didakwa dengan Pasal 12 huruf c dan Pasal 11 Jo. Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP.
Sudrajad Dimyati diduga menerima suap itu dalam kurun waktu Maret 2022 hingga Juni 2022. Sudrajad Dimyati disebut menerima uang itu bersama dengan Panitera Pengganti Elly Tri Pangestuti (ETP), dan dua Kepaniteraan Mahkamah Agung, yakni Desy Yustria (DY) dan Muhajir Habibie (MH). Menurut JPU, suap itu ditujukan agar perkara Nomor 874 K/Pdt.Sus-Pailit/2022 bisa diputuskan sesuai dengan keinginan penyuap.
“Telah melakukan atau turut serta melakukan perbuatan, menerima hadiah atau janji yaitu menerima hadiah berupa uang seluruhnya sejumlah SGD 200,000 dari Theodorus Yosep Parera, Eko Suparno, Heryanto Tanaka dan Ivan Dwi Kusuma Sujanto. Padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili,” ungkap jaksa KPK, Wawan Yunarwanto.
Perkara suap itu bermula dari Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Intidana yang mengalami permasalahan, yaitu deposan tidak terpenuhi hak-haknya. Selain itu, KSP Intidana tidak memenuhi putusan perdamaian di Pengadilan Negeri Semarang.
Para deposan yang di antaranya adalah Heryanto dan Ivan Dwi bertemu dengan Theodorus dan Eko selaku pengacara untuk berkonsultasi. Kedua pengacara tersebut kemudian mengajukan gugatan pembatalan putusan perdamaian ke Pengadilan Negeri Semarang.
Akan tetapi gugatan tersebut ditolak. Atas penolakan itu, kedua pengacara tersebut menyarankan kedua kliennya mengurus perkara ke Mahkamah Agung agar permohonan kasasi yang diajukan bisa dikabulkan dengan menyiapkan sejumlah uang.
“Atas saran tersebut Heryanto Tanaka dan Ivan Dwi Kusuma Sujanto menyetujuinya,” ujar jaksa.
Kedua pengacara itu selanjutnya berupaya mengurusi perkara itu kepada Desy untuk bisa mempengaruhi keputusan Hakim Agung. Pengacara tersebut kemudian berhubungan dengan Muhajir untuk pengurusan perkara itu.
“Desy Yustria juga menyampaikan bahwa untuk pengurusan perkara tersebut disiapkan uang sejumlah SGD 200 ribu atas uang pengurusan perkara tersebut,” ujar jaksa.
Muhajir kemudian menghubungi Elly yang merupakan representasi dari Sudjarad Dimyati untuk meneruskan permintaan pengurusan perkara Nomor 874 K/Pdt.Sus-Pailit/2022. Eko selaku pengacara penggugat memberikan uang SGD 200 ribu kepada Desy, dan uang tersebut diteruskan untuk dibagi kepada Desy Yustria (DY), Muhajir Habibie (MH), dan Sudrajad Dimyati.
“Bahwa pada 31 Mei 2022, Majelis Hakim yang memeriksa perkara kasasi Nomor 874 K/Pdt.Sus-Pailit/2022 memutus dengan amar mengabulkan permohonan dari pemohon,” kata jaksa.
(Rangga)