![Gedung KPK](https://daulat.co/wp-content/uploads/2019/11/download-1.jpeg)
Gedung KPK
daulat.co – Mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan bersama-sama Kader PDIP Agustiani Tio Fridenila didakwa menerima suap terkait permohonan Pergantian Antarwaktu (PAW) PDIP dari Riezky Aprilia sebagai anggota DPR RI Dapil Sumsel 1 kepada Harun Masiku.
Melalui Tio, Wahyu Setiawan menerima suap secara bertahap dari kader PDIP Harun Masiku dan Saeful Bahri dengan total Rp 600 juta.
“Terdakwa I (Wahyu Setiawan) selaku anggota Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI) periode tahun 2017 – 2022, yang menerima hadiah atau janji, berupa uang yang diterima Terdakwa I melalui perantaraan Terdakwa II (Agustiani Tio Fridenila) secara bertahap sebesar SGD19000 dan SGD38,350 atau seluruhnya setara dengan jumlah Rp 600.000.000 dari Saeful Bahri bersama-sama dengan Harun Masiku,” ucap Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Moch Takdir Suhan saat membacakan surat dakwaan, Kamis (28/5/2020).
Padahal, diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya, yaitu uang tersebut diberikan agar Terdakwa I mengupayakan KPU RI menyetujui permohonan Penggantian Antar Waktu (PAW) Partai PDI Perjuangan (PDIP) dari Riezky Aprilia sebagai anggota DPR RI Daerah Pemilihan (Dapil) Sumatera Selatan 1 (Sumsel 1) kepada Harun Masiku.
Wahyu menerima suap dengan tujuan agar Harun Masiku dapat menggantikan posisi Nazarudin Kiemas yang wafat pada Maret 2019. Namun, dalam rapat pleno KPU, nama pengganti almarhum Nazarudin adalah caleg lain atas nama Riezky Aprilia. Terdapat usaha agar Wahyu tetap mengusahakan nama Harun sebagai penggantinya.
“Atas keputusan rapat pleno DPP PDIP, Hasto Kristiyanto selaku Sekjen PDIP menugaskan Donny Tri Istiqomah selaku Tim Hukum PDIP mengajukan surat permohonan ke KPU RI,” kata Jaksa Takdir.
Setelah mengetahui hal tersebut, Harun Masiku melakukan pertemuan dengan
Saeful Bahri selaku kader PDIP di Kantor DPP PDIP. Adapun Saeful Bahri ditugaskan untuk membantu (supporting) Donny Tri Istoqomah.
“Dalam kesempatan itu Harun Masik meminta tolong kepada Saeful Bahri agar dirinya dapat menggantikan Riezky Aprilia dengan cara apapun sehingga bisa menjadi anggota DPR-RI, yang kemudian permintaan ini disanggupi oleh Saeful Bahri,” ujar jaksa.
Menindaklanjuti hasil rapat pleno DPP PDIP, pada tanggal 05 Agustus 2019, DPP PDIP mengirimkan surat nomor 2576/EX/DPP/VIII/2019 kepada KPU RI, perihal Permohonan Pelaksanaan Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No.57P/HUM/2019.
Surat itu pada pokoknya meminta calon yang telah meninggal dunia atas nama Nazarudin Kiemas, Nomor urut 1, Dapil Sumsel I, suara sahnya dialihkan kepada calon atas nama Harun Masiku, nomor urut 6, Dapil Sumsel I.
Masih pada bulan yang sama, Harun Masiku selanjutnya mendatangi kantor KPU RI untuk menemui Arief Budiman selaku Ketua KPU RI. Dalam pertemuan itu Harun Masiku menyampaikan kepada Arief Budiman agar permohonan yang
secara formal telah disampaikan oleh DPP PDIP melalui surat nomor 2576/EX/DPP/VIII/2019 kepada KPU RI tersebut dapat dikabulkan.
“Menindaklanjuti surat tersebut, pada tanggal 26 Agustus 2019 KPU RI mengirimkan Surat Nomor 1177/PY.01.1-SD/06/KPU/VIII/2019 perihal Tindak Lanjut Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 57P/HUM/2019 yang intinya menyatakan tidak dapat mengakomodir permohonan DPP PDIP karena tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku,” tutur jaksa.
Karena KPU RI tidak mengabulkan permohonan dari DPP PDIP tersebut, Saeful Bahri selanjutnya pada bulan September 2019 menghubungi Agustiani Tio Fridenila yang pernah menjadi anggota Badan Pengawas Pemilu
(Bawaslu) Republik Indonesia sehingga mengenal Wahyu Setiawan selaku anggota KPU RI periode tahun 2017 – 2022.
Pada intinya Saeful Bahri meminta tolong Terdakwa II (Agustiani Tio Fridenila) untuk menyampaikan kepada Terdakwa I selaku anggota KPU RI yang memiliki kewenangan antara lain menerbitkan keputusan KPU terkait hasil Pemilu, agar dapat mengupayakan persetujuan dari KPU RI terkait penggantian Caleg DPR RI di Dapil Sumsel I dari Riezky Aprilia kepada Harun Masiku.
Agustiani Tio Fridenila kemudian menyampaikan hal tersebut kepada Wahyu, termasuk meneruskan pesan WhatsApp (WA) tanggal 24 September 2019 dari Saeful Bahri yang berisi surat DPP PDIP Nomor 2576/EX/DPP/VIII/2019 perihal Permohonan Pelaksanaan Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No.57P/HUM/2019 tertanggal 5 Agustus 2019. Setelah menerima pesan tersebut, Terdakwa I membalas dengan isi pesan “Siap, mainkan”.
Dalam membantu penetapan Harun sebagai anggota DPR RI pengganti antarwaktu tersebut, Wahyu menerima uang secara bertahap sebesar
SGD19000 dan SGD38,350 melalui Agustiani.
“Pada tanggal 23 Desember 2019, Harun Masiku menghubungi Saeful Bahri dan menyampaikan uang sejumlah Rp 850.000.000 telah dititipkan Harun Masiku kepada Kusnadi di kantor DPP
PDI-P. Selanjutnya Saeful Bahri meminta bantuan Patrick Gerard Masoko untuk mengambil uang tersebut agar diantar ke rumahnya,” ucap jaksa.
“Saeful kemudian menukarkan sebagian dari uang tersebut, yaitu sebesar Rp 400.000.000 dengan mata uang dollar Singapura menjadi sejumlah SGD38,350 untuk nantinya akan diberikan sebagai DP kedua kepada Terdakwa I, sedangkan sisanya diberikan kepada Donny Tri Istiqoma sebesar Rp170.000.000 dan selebihnya untuk kebutuhan operasional Saeful Bahri,” sambungnya.
Atas perbuatan itu, Wahyu dan Tio didakwa melanggar Pasal 12 huruf a dan atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.
(Rangga Tranggana)