20 May 2024, 07:08

Uni Eropa-Parlemen Indonesia Satu Sikap Atasi Krisis Myanmar

daulat.co – Wakil Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI Achmad Hafisz Tohir menerima kunjungan delegasi Wakil Presiden Parlemen Uni Eropa Heidi Hautala. Kedua perwakilan Parlemen melakukan dialog produktif mengenai isu-isu strategis di ekonomi, lingkungan, dan perdamaian serta stabilitas kawasan.

Hafisz Tohir menyampaikan Parlemen Indonesia maupun Parlemen Eropa mendorong tercapainya penyelesaian krisis berkepanjangan di Myanmar. Keketuaan ASEAN Indonesia diharapkan mampu menjadi jembatan perdamaian di kawasan.

“Parlemen Eropa menyampaikan dukungan terhadap Indonesia yang telah memberikan penekanan terhadap hak asasi manusia di Myanmar. Mereka juga sangat menginginkan persoalan Myanmar itu dapat dituntaskan,” ujar Hafisz Tohir usai menerima delegasi di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (22/6/2023). Hadir Anggota BKSAP DPR RI Dave Akbarshah Fikarno (F-PG) dan Mercy Chriesty Barends (F-PDI Perjuangan).

Politisi dari Fraksi PAN ini menyampaikan apresiasi serta dukungan dari Parlemen Uni Eropa atas lima butir konsensus ASEAN soal Myanmar. Lima poin konsensus yang telah disepakati oleh para pemimpin ASEAN itu meliputi penghentian kekerasan, dialog konstruktif, penunjukkan utusan khusus, pemberian bantuan kemanusiaan, dan pengiriman delegasi ke Myanmar.

Kendati demikian, Hafisz Tohir menilai ASEAN harus mempertimbangkan pendekatan alternatif untuk  untuk memecahkan krisis di Myanmar. Apalagi, pendekatan yang saat ini diambil tidak menunjukkan hasil.

“Saya kira tidak hanya pendekatan yang soft ya, artinya tidak cukup dengan diplomasi saja. Bukan untuk melakukan agresi ataupun penekanan dengan militer, tetapi Myanmar harus tahu bahwa yang dilakukan itu adalah pelanggaran hak asasi manusia dan harus menerima konsekuensi terkait dengan apa yang sudah dilakukan. Misalkan kita mempersulit untuk sistem keuangannya. Tidak ingin mempersulit bangsa (Myanmar), tetapi agar mereka mematuhi konsensus yang sudah disepakati PBB tersebut,” ungkapnya.

Lebih lanjut, Hafisz Tohir juga menekankan perlu aksi nyata, bukan hanya kecaman – kecaman atas krisis Myanmar yang juga berimplikasi pada masalah sosial seperti penyelesaian isu Rohingya. Apalagi, Junta Myanmar terus menolak untuk mematuhi kelima konsensus ASEAN.

“Di ASEAN ini, tetap saja kelihatannya Myanmar tidak mundur terhadap pembunuhan demokrasi. Terakhir kita melihat ada aktivis demokrasi yang juga mantan anggota parlemen dieksekusi mati. Saya kira ini yang harus dilakukan bersama – sama di PBB terkait dengan pemerhati hak asasi manusia. Kita harus menekankan bahwa yang dilakukan oleh Myanmar itu tidak boleh terjadi, karena itu adalah democracy assassination,” ungkapnya.

Sisi lain, melalui pertemuan ini diharapkan Uni Eropa dapat memberikan bantuan kemanusiaan kepada masyarakat Rohingya, seperti yang konsisten dilakukan untuk membantu masyarakat Ukraina yang terdampak perang. Dalam forum tersebut, Hafisz juga menyampaikan perhatian khusus DPR terkait dengan Regulasi Deforestasi Uni Eropa yang mempengaruhi perdagangan hasil pertanian seperti minyak kelapa sawiit.

“Upaya – upaya untuk sertifikasi ramah lingkungan dan pengembalian fungsi hutan terus kami upayakan dan tingkatkan. Perlu diketahui bahwa sepanjang tahun 2019-2020, angka deforestasi di Indonesia berkurang sebesar 75 persen dari tahun-tahun sebelumnya, atau hanya sekitar 115.000 hektar,” jelas politisi dapil Sumsel I itu.

Hafisz menyebutkan, dalam dua terakhir Indonesia telah banyak meningkatkan kualitas pertanian dan menekan angka deforestasi. Sisi lain, Indonesia telah melakukan moratoris perluasan lahan sawit yang mendorong efisiensi lahan sawit yang ada untuk meningkatkan produktifitas. “Kami harapkan adanya hubungan baik dan setara antara Indonesia – Uni Eropa,” ungkap Anggota Komisi XI DPR RI ini.

Di bidang ekonomi, ia juga mendorong delegasi Parlemen Eropa dapat membantu dan mendukung terkait isu strategis di perundingan Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU – CEPA). 

Ia mengatakan, pangsa pasar Uni Eropa begitu besar, yaitu terdapat 450 juta penduduk di Uni Eropa dan di ASEAN sendiri terdapat lebih dari 600 juta penduduk ASEAN. Sehingga, kerja sama ini adalah sangat potensial bagi kedua kawasan ini.

(Abdurrohman)

Read Previous

Komisi X DPR Nilai Sumsel Memiliki Potensi Pariwisata yang Menarik

Read Next

Berikut Catatan Komisi IX DPR Soal Status Covid-19 yang Resmi Dicabut Pemerintah