![](https://daulat.co/wp-content/uploads/2024/06/images-2024-06-19T131417.434.jpeg)
Massa PDI Perjuangan (foto: dok.)
Jakarta, daulat.co – Tindakan penyidik KPK yang menyita handphone dan buku Sekjen PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto mendapat kritik dari kalangan pakar hukum pidana. Pasalnya, tindakan penyidik KPK itu dinilai melanggar KUHAP dan hak asasi manusia (HAM).
Ahli hukum pidana dari Universitas Mathlaul Anwar Banten, Firman Chandra berpendapat, KPK seharusnya menempuh serangkaian prosedur pemberitahuan melalui surat terlebih dulu terkait penyitaan itu.
“Karena ini menyangkut hak asasi manusia ya, seharusnya tidak boleh diizinkan (sita ponsel dan buku PDIP),” kata Firman, Rabu (19/6/2024).
Firman mengatakan, berdasarkan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) penyitaan barang seseorang harus melalui serangkaian prosedur yang harus dipenuhi. “Apakah dia (saksi) mengetahui. Karena dalam KUHAP, pertama, orang yang digeledah itu kaitannya dengan penetapan tersangka terlebih dulu, baru boleh melakukan serangkaian penggeledahan, atau penyitaan,” tambah Firman.
Dalam perkara pidana atau perdata, kata Firman, yang paling utama adalah pembuktian tertulis, surat dan alat bukti lainnya. “Di sini, definisi saksi itu punya hak asasi manusianya. Hak seorang saksi tidak boleh mengizinkan kalau itu dirampas,” tegas Firman.
Karena itu, kata Firman, pihaknya mengusulkan kepada Hasto dan timnya untuk melayangkan serangkaian protes, baik secara pribadi maupun melalui kuasa hukum. “Kalau tidak diindahkan, maka langkah selanjutnya adalah somasi, kalau tidak, maka bisa menempuh jalur hukum seperti membuat laporan,” tandas Firman.
Untuk diketahui, Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto memprotes tindakan penyitaan yang dilakukan penyidik KPK ketika dimintai keterangan sebagai saksi untuk Harun Masiku dalam dugaan suap ke komisioner KPU. Hasto menilai penyitaan handphone dan buku PDIP itu tidak sesuai dengan KUHAP karena penyitaan itu dilakukan dengan menjebak stafnya bernama Kusnadi.
Karena tindakan penyidik KPK yang bernama Rossa Purbo Bekti itu, Hasto dan tim kuasa hukumnya melaporkan yang bersangkutan ke Dewas KPK. Juga akan menempuh praperadilan ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.