![](https://daulat.co/wp-content/uploads/2020/09/images-22.jpeg)
daulat.co – Jaksa Pinangki Sirna Malasari didakwa telah melakukan permufakatan jahat dengan mantan kader NasDem, Andi Irfan Jaya dan Djoko Soegiarto Tjandra untuk memberi atau menjanjikan uang USD 10.000.000 kepada pejabat di Kejaksaan Agung (Kejagung) dan di Mahkamah Agung (MA). Uang tersebut sebagai pemulus pengurusan fatwa MA Djoko Tjandra agar tidak dieksekusi dalam kasus pengalihan hak tagih Bank Bali.
“Terdakwa Pinangki Sirna Malasari telah melakukan permufakatan jahat dengan Andi Irfan Jaya dan Joko Soegiarto Tjandra untuk melakukan tindak pidana korupsi yaitu memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara yaitu bermufakat jahat untuk memberi atau menjanjikan uang USD 10.000.000 kepada pejabat di Kejaksaan Agung dan di Mahkamah Agung,” kata jaksa membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu, (23/9/2020).
Upaya pengurusan fatwa MA untuk Djoko Tjandra berawal dari pertemuan Pinangki dengan Rahmat dan Anita Dewi Kolopaking pada September 2019. Saat itu Pinangki meminta Rahmat agar dikenalkan ke Djoko Tjandra. Kemudian Rahmat menghubungi Djoko Tjandra.
Setelah mengecek data dan foto Pinangki berseragam Kejaksaan, Djoko Tjandra bersedia bertemu Pinangki. Saat itu, Pinangki menghubungi Anita Kolopaking soal disiapkannya surat permintaan fatwa ke MA. Kepada Pinangki, Anita janji akan mengurus eksekusi surat permintaan fatwa ke kenalannya di MA.
Pada 12 November 2019, Pinangki dan Rahmat menemui Joko Soegiarto Tjandra di The Exchange 106 di Kuala Lumpur, Malaysia. Saat itu, Pinangki memperkenalkan diri sebagai jaksa dan memperkenalakan diri sebagai orang yang mampu mengurusi upaya hukum Joko Soegiarto Tjandra.
Pinangki saat pertemuan itu menyodorkan rencana pengurusan fatwa MA Djoko Tjandra. Pinangki juga mengusulkan biaya yang akan dikeluarkan Djoko Tjandra terkait pemulusan tersebut.
“Joko Soegiarto Tjandra meminta terdakwa untuk mempersiapkan dan membuat action plan terlebih dahulu dan membuat surat ke Kejaksaan Agung menanyakan status hukum Joko Soegiarto Tjandra. Terdakwa secara lisan menyampaikan bahwa terdakwa akan mengajukan prpopsal berupa action plan yang isinya menawarkan rencana tindakan dan biaya untuk mengurus fatwa MA melalui Kejaksaan Agung sebesar USD 100 juta,” ungkap jaksa.
Namun, Djoko Tjandra saat itu menolak angka yang disodorkan Pinangki. Menurut jaksa, Djoko Tjandra hanya bersedia menyediakan USD 10 juta.
Setelah digodok, action plan itu diserahkan dan dijelaskan oleh Pinangki ke Djoko Tjandra pada 25 November 2019. Djoko Tjandra selanjutnya mengontak adik iparnya Herriyadi Angga Kusuma (almarhum) agar memberikan uang 500 ribu dolar AS ke Andi Irfan Jaya untuk diserahkan ke Pinangki.
Setelah uang diterima, Pinangki menghubungi Anita Kolopaking dan memberikan uang USD 50 ribu, dari yang dijanjikan USD 100 ribu. Pinangki berdalih pemberian USD 50 ribu itu lantaran dirinya baru menerima USD 150 ribu dari Djoko Tjandra.
Dalam beberapa poin ‘action plan’ tercantum nama Burhanuddin (BR) dan Hatta Ali (HA). Namun dalam dakwaan, tidak disebutkan jabatan detail Burhanuddin dan Hatta Ali.
Burhanudin hanya disebutkan sebagai pejabat di Kejakgung dan Hatta Ali disebutkan sebagai pejabat di Mahkamah Agung (MA). Berikut 10 action plan untuk Djoko Tjandra:
Action pertama yakni, penandatanganan security deposit (akta kuasa jual) yang akan dilaksanakan pada tanggal 13 Februari 2020 sampai dengan 23 Februari 2020. Penanggungjawab action ini adalah JC (Joko Soegiarto Tjandra) dan IR (Irfan Jaya). Akta kuasa jual sebagai jaminan apabila security deposit yang dijanjikan Djoko Tjandra tidak terealisasi.
Dalam action kedua, disebutkan nama Burhanudin (BR). Penanggungjawab action ini adalah Andi Irfan dan Anita yang akan dilaksanakan pada 24-25 Februari. Pejabat Kejaksaan Agung itu nantinya akan dikirimi surat dari pengacara dalam hal ini Anita. Yang dimaksudkan Pinangki sebagai surat permohonan fatwa MA dari pengacara kepada Kejaksaan Agung untuk diteruskan kepada MA.
Pada action ketiga disebutkan bahwa Burhanudin nantinya mengirimkan surat kepada Hatta Ali (HA) atau pejabat MA. Yang dimaksudkan Pinangki sebagai tindak lanjut surat dari pengacara tentang permohonan fatwa MA. Penanggungjawab action tersebut adalah Andi Irfan dan Pinangki yang akan dilaksanakan pada 1 Maret 2020.
Sementara pada action keempat tertera skema pembayaran 25 persen konsultan fee Pinangki USD 250 ribu. Hal tersebut merupakan pembayaran tahap I atas kekurangan pemberian fee kepada Pinangki sebesar USD 1 juta yang telah dibayarkan DP-nya sebesar USD 500 ribu oleh Djoko Tjandra.
Dalam action kelima tertera skema pembayaran konsultan media fee kepada Andi Irfan USD 500 ribu untuk mengkondisikan media. Selanjutnya, HA atau pejabat Mahkamah Agung menjawab surat BR atau pejabat Kejaksaan Agung. Yang dimaksudkan adalah jawaban surat MA atas surat Kejagung terkait permohonan fatwa MA. Penanggungjawab action ini adalah HA atau pejabat MA/ DK belum diketahui/ AK atau Anita Kolopaking yang akan dilaksanakan pada tanggal 6 Maret 2020.
Kemudian dalam action ketujuh, Burhanudin atau pejabat Kejagung menerbitkan instruksi terkait surat HA pejabat MA. Yang dimaksudkan yakni Kejagung menginstruksikan kepada bawahannya untuk melaksanakan fatwa MA. Penanggungjawab action tersebut adalah IF yang belum diketahui dan Jaksa Pinangki yang akan dilaksanakan pada 16 Maret.
Dalam poin aksi kedelapan adalah security deposit cair yaitu sebesar 10 ribu dolar AS. Artinya, Djoko Tjandra bakal membayar uang tersebut apabila action plan kedua, ketiga, keenam dan ketujuh berhasil dilaksanakan. Penanggung jawabnya adalah Djoko Tjandra. Aksi ini akan dilaksanakan pada 26 Maret – 5 April 2020.
Sedangkan poin aksi kesembilan, Djoko Tjandra disebutkan kembali ke Indonesia tanpa menjalani eksekusi pidana penjara selama 2 tahun. Rencananya poin aksi ini akan dilaksanakan pada April-Mei 2020. Penanggung jawab poin aksi kesembilan ini adalah Pinangki/Andi Irfan Jaya/Joko Tjandra.
Poin aksi terakhir, tertera pembayaran fee 25 persen yaitu 250 ribu dolar AS sebagai pelunasan atas kekurangan pemeriksaan fee terhadap Pinangki bila Djoko Tjandra kembali ke Indonesia seperti action plan kesembilan. Penanggung jawab adalah Joko Tjandra yang akan dilaksanakan pada Mei-Juni 2020.
Meski demikan, jaksa memgklaim kesepakatan action plan tersebut tidak terlaksana satu pun. Padahal, Djoko Tjandra telah memberikan uang muka sebesar USD 500 ribu.
Pada Desember 2019 Djoko Tjandra membatalkan rencana aksi dengan cara memberikan catatan pada kolom notes dengan tulisan tangan ‘NO’ kecuali action plan poin ketujuh dengan tulisan tangan ‘bayar nomor 4,5’ dan action kesembilan dengan tulisan ‘bayar 10 M’ yaitu bonus kepada terdakwa bila Djoko kembali ke Indonesia.
Atas perbuatan tersebut, Pinangki didakwa melanggar Pasal 15 jo Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 15 jo Pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
(Rangga Tranggana)