![Hotma Sitompul](https://daulat.co/wp-content/uploads/2021/02/IMG-20210220-WA0000.jpg)
Hotma Sitompul
daulat.co – Advokat senior Hotma Sitompul pernah menerima sejumlah uang dari mantan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Kementerian Sosial (Kemsos), Adi Wahyono. Uang dari tersangka dugaan suap pengadaan bantuan sosial (bansos) Covid-19 itu disebut sebagai “fee lawyer” karena adanya bantuan penanganan perkara hukum di Kemensos.
Ihwal aliran uang itu didalami tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat memeriksa Hotma Sitompul pada hari ini, Jumat (19/2/2021). Hotma Sitompul diperiksa sebagai saksi kasus dugaan suap pengadaan bantuan sosial (bansos) Covid-19 untuk wilayah Jabodetabek.
“Pembayaran “fee lawyer” tersebut diduga diberikan oleh tersangka AW,” ucap Plt Jubir KPK, Ali Fikri dalam kepada awak media.
Penanganan perkara hukum di Kemensos itu terjadi saat tersangka Juliari P. Batubara menjabat Menteri Sosial. Namun, Ali tak menjelaskan lebih jauh mengenai perkara hukum di Kemsos yang ditangani Hotma.
“Didalami oleh tim penyidik KPK mengenai pengetahuannya terkait dengan adanya pembayaran sejumlah uang sebagai “fee lawyer” karena adanya bantuan penanganan perkara hukum di Kemensos saat itu,” ujar Ali.
Hotma usai diperiksa KPK mengaku kepada awak media dikonfirmasi penyidik mengenai aktifitasnya yang beberapa kali ke Kantor Kemsos. Hotma mengklaim kehadirannya di Kemsos lantaran diminta Juliari untuk membantu seorang anak di bawah umur yang tiga kali menjadi korban perkosaan.
“Jadi pak Menteri (Juliari Batubara) sangat perhatian pada kasus itu, diminta lah membantu di saat bansos-bansos ini. Saya mondar-mandir di Kemsos. Ya itu saja. Saya jelaskan semua demi kepentingan anak di bawah umur. Di mana pak Menteri menaruh perhatian terhadap anak di bawah umur ini,” tutur Hotma.
KPK sejauh ini baru menetapkan mantan Menteri Sosial (Mensos), Juliari P Batubara (JPB) sebagai tersangka penerima suap terkait pengadaan barang dan jasa berupa bantuan sosial (bansos) dalam penanganan pandemi Covid-19.
Selain Juliari Batubara, KPK juga menetapkan empat tersangka lainnya. Empat tersangka itu yakni Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di Kementerian Sosial (Kemensos), Matheus Joko Santoso (MJS) dan Adi Wahyono (AW) sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dalam pelaksanaan proyek bantuan sosial (Bansos) COVID-19 di Kemensos.
Kemudian, dua tersangka pemberi suap yakni, Ardian Iskandar Maddanatja alias Ardian Maddanatja yang merupakan Presiden Direktur PT Tiga Pilar Agro Utama atau PT Tigapilar Agro Utama (TPAU/TAU) dengan akronim TIGRA. Kedua, Sekretaris Umum Badan Pengurus Cabang (BPC) Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Jakarta Pusat periode 2017-2020 sekaligus advokat, Harry Van Sidabukke.
KPK menduga, mantan Mensos asal PDIP itu bersama Adi dan Matheus menerima suap senilai sekitar Rp 17 miliar dari Ardian dan Harry selaku rekanan Kemensos dalam pengadaan paket bansos untuk wilayah Jabodetabek tahun 2020. Diduga pemberian uang secara bertahap.
Selaku penerima, Juliari, Adi dan Matheus dijerat Pasal Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sedangkan Ardian dan Harry yang diduga pihak pemberi suap disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
(Rangga Tranggana)