
Sertifikat Tanah
daulat.co – Komisi II DPR RI baru-baru ini meninjau pelaksanaan program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) di Provinsi Jawa Timur (Jatim). Hasilnya diketahui progres program PSTL di Jatim sudah mencapai hampir 100 persen rampung atau tepatnya sudah mencapai 98 persen.
Propinsi Jatim adalah provinsi dengan beban paling banyak untuk mengeluarkan sertifikat hak atas tanah bagi warganya dan dinilai cukup berhasil. Peninjauan dilakukan melalui pertemuan dengan jajaran Badan Pertanahan Nasional (BPN) Jatim di Surabaya.
“Kami bangga dengan kinerja BPN Jatim, karena dari laporan yang disampaikan Kepala Kanwil BPN Jatim, sudah 98 persen selesai. Kita berharap September ini selesai,” terang Wakil Ketua Komisi II DPR RI Nihayatul Mafiroh.
Disampaikan, Komisi II DPR RI berkepentingan melihat dari dekat program PSTL di berbagai daerah. Di Jatim, walau dinilai sudah berhasil, tapi masih ditemukan masalah-masalah krusial saat melakukan pendataan atas tanah-tanah masyarakat.
Persoalan administrasi sampai benturan dengan wilayah hutan jadi masalah yang dihadapi BPN Jatim untuk menyukseskan program PTSL. Karena itu, ia berharap Jatim bisa menyelesaikan tugas ini dengan baik.
“Komisi II juga akan mengevaluasi beberapa masukan mengenai peraturan dan kinerja beberapa kementerian seperti Kemendagri terkait Dukcapil dan kartu e-KTP, juga dengan kepala-kepala desa dan kepala-kepala daerah di Jawa Timur,” kata dia.
“Kami bangga Jatim dengan beban yang berat sudah bekerja dengan sangat memuaskan, ini akan menjadi contoh bagi daerah lainnya,” sambung politisi PKB tersebut.
Temuan masalah PTSL di berbagai daerah jadi perhatian Komisi II DPR RI. Ini juga sekaligus merupakan spirit yang positif bagi Komisi II DPR RI untuk segera mengesahkan RUU Pertanahan. Dengan RUU Pertanahan diharapkan kinerja aparatur negara di BPN menjadi lebih baik. RUU ini akan dialihkan ke periode DPR 2019-2024 untuk disahkan sebagai UU.
“Kemarin sebetulnya sudah selesai, tapi ada beberapa poin saja yang perlu diperdalam. Kita akan fokus di situ dan kita juga terus melakukan diskusi dengan BPN daerah untuk mendapatkan masukan-masukan yang nantinya kita tuangkan ke RUU Pertanahan,” kata dia.
“Kami berharap RUU Pertanahan ini bisa selesai di periode 2019-2024 dalam satu kali masa sidang, karena UU Pertanahan yang ada sudah sangat lama, yaitu dibuat tahun 1960 dan belum ada perubahan,” demikian Nihayatul Mafiroh. (M Nurrohman)