
Wina Amrina (kerudung merah) tengah mengikuti Majelis Taklim Fatayat NU di Kecamatan Ulujami (ist)
NAMANYA Wina Amrina Rosyada. Srikandi kelahiran asli Blendung, Kecamatan Ulujami itu sehari-hari bekerja sebagai guru di Kabupaten Pemalang. Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini dan Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa menjadi tokoh idolanya.
“Saya juga mengidolakan Ibu Susi Pudjiastuti (eks Menteri Kelautan dan Perikanan; red). Beliau-beliau ini sangat menginspirasi banyak orang, termasuk saya,” terang Wina membuka perbincangannya dengan daulat.co, Senin 19 Oktober 2020.
Menurutnya, perempuan bisa berdaya dan berkarya di tengah-tengah masyarakat. Apalagi, era sekarang adalah era emansipasi, era dimana perempuan bisa hadir dan memberikan warna dalam berbagai aspek sosial kemasyarakatan.
“Mohon doa restunya, insyaAllah saya akan maju untuk mengabdi dan mendedikasikan diri bagi pembangunan Desa Blendung yang lebih baik. Blendung yang maju sektor pariwisatanya, Blendung yang maju sektor produksi perikanannya,” ucap Wina.
Istri dari Direktur BUMDes Bersama Ulujami Sardiyan itu mengungkapkan, Desa Blendung dalam kurun 10 tahun terakhir jauh tertinggal dari desa tetangga. Hal itu sedikit banyak disebabkan karena program kerja yang dilaksanakan Pemerintah Desa kurang berpihak pada aspirasi warganya.
Pengembangan pariwisata pesisir misalnya. Sebenarnya, jika ada renstra yang jelas, pengembangan Pantai Kramatsari yang menjadi obyek wisata masyarakat di Pemalang Timur itu akan meningkatkan pendapatan desa.
“Mestinya Desa Blendung bisa selangkah lebih maju dari desa tetangga. Potensi pariwisata ada, namun selama ini belum tersentuh dengan baik. Sektor pariwisata ini akan kami prioritaskan yang muaranya adalah untuk kesejahteraan masyarakat,” ucap Wina.
Keberadaan lapangan olahraga dan Balai Desa Blendung juga menjadi perhatian Wina. Kata dia, pengelolaan lapangan desa selama ini terkesan apa adanya. Padahal, desa-desa tetangga baik di Kecamatan Ulujami maupun di Kecamatan Comal sudah memikirkan bagaimana membuat sport center.
“Kalau lapangan desa hanya dianggarkan 50-60an juta per tahun, pengelolaannya jadi tidak maksimal. Tidak ada sarana dan prasarananya untuk menunjang aktifitas warga dan pemuda khususnya,” tuturnya.
“Balai Desa juga begitu, silahkan anda lihat sendiri, apakah itu layak? Coba bandingkan dengan Desa Pamutih, Limbangan, Ketapang, semuanya bersolek, bagus-bagus balai desanya. Padahal balai desa itu adalah pusatnya pelayanan masyarakat,” sambung Wina.
Blendung ke depan harus lebih baik. Termasuk mengembalikan ikon Desa Blendung sebagai Desa Santri. Predikat yang disebut Wina sudah luntur karena tidak ada upaya menjaga dan memupuk dari Pemerintahan Desa melalui berbagai kegiatan keagamaan di masyarakat.
Wina mengaku mempunyai Program Satu Dusun Satu Hafidz dan Hafidzoh (Program Sadesa) dan atau Program Satu Mushola Satu Hafidz dan Hafidzhoh (Samuda). Dimana kegiatannya didukung Pemdes, berikut program pengajian rutin melalui majelis ta’lim dari Fatayat maupun Aisyiyah.
Selain itu, sektor pertanian juga akan mendapatkan perhatian. Kesulitan air yang mengganggu sektor produksi pertanian, ke depan dengan dukungan pemerintahan desa dan seluruh petani, bersama-sama sarana dan prasarananya diperbaiki agar air bisa mengalir ke areal persawahan yang selama ini mengalami kesulitan.

“Kalau saya diberi amanah, dipercaya memimpin Blendung ke depan, kawal saya merealisasikan Blendung yang lebih maju, Blendung yang berdaya saing. Sehat pemudanya, sejahtera warganya,” tutupnya.
Dengan mengusung slogan “Untuk Desa Blendung Yang Lebih Baik; Muda Kreatif dan Inovatif”, Wina meminta doa restu kepada seluruh warga Desa Blendung. Desa Blendung sendiri diketahui terdiri dari 28 Rukun Tetangga, 9 Rukun Warga dan 5 Dusun.
(Sumitro)