
ilustrasi suap dan korupsi
daulat.co – Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut Kepala Divisi Konstruksi VI PT Adhi Karya (Persero) periode 2011-2014, Dono Purwoko dengan hukuman empat tahun penjara. Dono juga dituntut pidana denda Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan.
Tuntutan itu diberikan lantaran jaksa meyakini jika Dono terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan korupsi pembangunan gedung kampus Institut Pemerintahan Dalam negeri (IPDN) Provinsi Sulawesi Utara (Sulut) tahun anggaran 2011. Rasuah itu merugikan negara senilai Rp 19,749 miliar.
Menurut jaksa, perbuatan rasuah Dono terbukti melanggar Pasal 2 ayat 1 jo pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
“Menyatakan terdakwa Dono Purwoko telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama,” ucap jaksa KPK, Ikhsan Fernandi, saat membacakan surat tuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (1/8/2022).
Pagu anggaran gedung kampus IPDN Minahasa Sulut Tahun Anggaran 2011 adalah sebesar Rp 127,834 miliar. PT Adhi Karya lalu ditetapkan sebagai pemenang tender dengan nilai penawaran Rp 124,191 miliar oleh Menteri Dalam Negeri saat itu Gamawan Fauzi pada 13 September 2011.
Setelah ditetapkan sebagai pemenang, Dono kemudian mengganti personil tim inti tanpa persetujuan tertulis, mengalihkan pekerjaan ke pihak lain (subkontraktor) tanpa izin tertulis Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), mengajukan permohonan pembayaran pekerjaan tidak sesuai prestasi fisik pekerjaan dan hasil pekerjaan fisik tidak memenuhi volume dan spesifikasi kontrak.
Selain itu, Dono juga menyetujui memberi “commitment fee” kepada Pejabat Pembuat Komitmen pada Satuan Kerja Sekretariat Jenderal Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) tahun anggaran 2011, Dudy Jocom sebesar Rp 3,5 miliar; konsultan perencana PT Bita Enercon Engineering Torret Koesbiantoro sebesar Rp275 juta; konsultan manajemen konstruksi PT Artefak Arkindo Djoko Santoso sebesar Rp 150 juta.
Kemudian PT Adhi Karya menerima pembayaran seluruhnya sebesar Rp 125,191 miliar yang setelah dipotong pajak total pembayaran bersih adalah Rp 109,514 miliar. Sementara total biaya yang digunakan PT Adhi Karya untuk IPD Sulut TA 2011 adalah Rp 89,764 miliar.
“Sehingga uang sebesar Rp 19,749 miliar tidak bisa dipertanggungjawabkan penggunaannya,” tutur jaksa.
Dalam perkara ini perbuatan Dono dinilai telah memperkaya orang lain yaitu Dudy Jocom selaku Pejabat Pembuat Komitmen pada Satuan Kerja Sekretariat Jenderal Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) tahun anggaran 2011 sebesar Rp 3,5 miliar; konsultan perencana PT Bita Enercon Engineering Torret Koesbiantoro sebesar Rp 275 juta, konsultan manajemen konstruksi PT Artefak Arkindo Djoko Santoso sebesar Rp 150 juta. Dono juga dinilai telah memperkaya korporasi PT Adhi Karya sebesar Rp 15,824 miliar.
Dalam perkara ini, jaksa menyebut PT Adhi Karya telah menitipkan uang senilai Rp 5 miliar pada 18 Februari 2022 yang nantinya akan diperhitungkan sebagai pembayaran kerugian negara. Sementara Dono tak dituntut membayar uang pengganti.
Dalam menjatuhkan tuntutan, jaksa mempertimbangkan hal-hal memberatkan dan meringankan. Untuk hal yang memberatkan, perbuatan Dono dinilai tidak mendukung program pemerintah dalam mewujudkan pemerintahan yang bersih dari kolusi, korupsi dan nepotisme serta merugikan keuangan negara atau daerah. Hasil pekerjaan terdakwa tidak sesuai spesifikasi dan tidak dapat dipergunakan secara sempurna.
“Hal yang meringankan, terdakwa tidak menikmati hasil kejahatan secara langsung, terdakwa belum pernah dihukum,” tutur jaksa.
(Rangga Tranggana)