
daulat.co – Mantan anggota Bawaslu yang juga mantan caleg PDIP, Agustiani Tio Fridelina mengungkap keberadaan Pusat Analisa dan Pengendali Situasi Partai atau Situation Room PDIP.
Situation Room yang dipimpin Muhammad Prananda Prabowo, anak dari Ketua Umum DPP PDIP Megawati Soekarnoputri itu tidak dilaporkan secara resmi ke Kementerian Hukum dan HAM (KemenkumHAM).
Demikian diungkapkan Agustiani Tio Fridelina saat bersaksi dalam sidang lanjutan perkara suap pengurusan PAW anggota DPR dengan terdakwa Saeful Bahri, Kamis (9/4/2020). Agustiani mengaku mengenal terdakwa Saeful Bahri lantaran sama-sama kader dan bertugas di DPP PDIP.
“Kalau di dalam partai sendiri itu ada namanya suatu badan tapi tidak dilaporkan secara resmi ke Kumham setahu saya Pak Jaksa terhormat, itu berada di Situation Room namanya,” ungkap Agustiani Tio Fridelina.
Menurut Agustiani, Saeful bertugas di Situation Room PDIP. Meski sama-sama kader dan bertugas di DPP PDIP, Agustiani berdalih tak tahu secara detil jabatan Saeful di Situation Room tersebut.
“Tapi saya jabatannya apa saya tidak sampai mendalami,” ucap Agustiani.
Soal hubungan Aguatiani dengan terdakwa Saeful sebelumnya memang dikonfirmasi oleh Jaksa KPK. Bahkan, Agustiani mengaku sempat mendapat tugas dari DPP PDIP bersama dengan Saeful. Pun termasuk pengurusan pengganti antar waktu (PAW) dari Riezky Aprilia sebagai anggota DPR RI Dapil Sumsel 1 kepada Harun Masiku.
“Dapat tugas dari DPP, beliau (Saeful) dan saya diminta urus pileg Dapil 1 Sumsel,” ujar Agustiani.
Aguatiani tak menampik berperan sebagai penghubung antara terdakwa Saeful dengan mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan terkait pengururusan tersebut. Salah satunya Agustiani diminta Saeful meneruskan dua dokumen kepada Wahyu.
“Saya waktu itu tidak bicarakan Harun Masiku, saya hanya ditugaskan mengawal surat DPP terkait Dapil 1 Pileg DPR RI,” ujar dia.
Setelah dokumen diteruskan, kata Agustiani, Wahyu mengatakan ‘Siap Mainkan’. Namun Agustiani berdalih tak mengetahui maksud ‘Siap Mainkan’ yang disampaikan Wahyu.
“Asumsi saya ini bisa diproses di KPU, makannya jawaban tadi itu saya screenshot terus saya kirim ke terdakwa (Saeful),” kata Agustiani.
“Lalu respon tedakwa apa?,” tanya jaksa KPK.
“Terdakwa tanya ke saya Piro (berapa-red),” jawab Agustiani.
Agustiani lantas tak membantah redaksional ‘Piro’ terkait fee untuk Wahyu terkait pengurusan tersebut. Lebih lanjut Agustiani mengakui sempat terjadi tawar menawar fee antara Saeful dengan Wahyu.
Awalnya, Saeful menyebut angka Rp 750 juta untuk biaya oprasional kepada Wahyu. Setelah disampaikan Agustiani, Wahyu meminta Rp 1 miliar. Komunikasi tawar menawar fee itu melalui pesan singkat.
“Ditawarkan terdakwa (Saeful) 750. (Wahyu kemudian menyebut Seribu ke Agustiani). Pemahaman saya (Seribu adalah) Rp 1 miliar, saya screenshot terus saya kirim lagi (ke Saeful),” ucap dia.
Atas permintaan itu, Agustiani kembali menyampaikannya ke Saeful. Agustiani bahkan diminta menawar fee yang diminta Wahyu tersebut.
“Tawarlah 900, asusmi saya segitu (Rp 900 juta), terus saya screenshot saya kirim lagi ke pak Wahyu,” tutur dia.
Setelah penyampaian itu, Wahyu mengajak Agustiani bertemu. Namun, pertemuan dengan istilah ‘ngopi’ saat itu tak terlaksana.
Dalam persidangan, Agustiani juga tak membantah menjadi ‘operator’ suap dari Saeful ke Wahyu. Menurut Agustiani, dirnya pernah menerima uang yang tersimpan dalam amplop putih dari Saeful melalui supir Saeful yang bernama Ilham.
“Saya terima uang dari supir terdakwa Saeful, belakangan saya tau namanya pak Ilham,” kta dia.
“Titipan dari pak Saeful,” ucap Ilham kepada Agustiani.
Ternyata dalam amplop putih itu berisi 20 lembar dolar Singapura pecahan 1000. Singkat cerita, dari 20 lembar itu kemudian diserahkan Agustiani ke Wahyu sebanyak 19 lembar. Penyerahan uang dilakukan usai pertemuan Wahyu, Saeful, Agustiani di Mall Pejaten Village.
“Setekah diterima saya langsung ke Pejaten Village,” ujar dia.
Saeful dalam pertemuan itu meminta bantuan Wahyu agar dapat membantu proses PAW dari Riezky Aprilia kepada Harun Masiku sesuai surat permohonan DPP PDIP. “Terdakwa sama pak Wahyu sudah datang duluan. Pas saya datang itu sudah bahas kajian hukum, kajian hukum terkait putusan MA,” tandas Agustiani.
Saeful Bahri sebelumnya didakwa telah turut serta menyuap mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan sebesar SGD 57.350 atau setara sekitar Rp 600 juta.
Suap ini diberikan Saeful Bahri agar Wahyu mengupayakan KPU menyetujui permohonan Pergantian Antarwaktu (PAW) anggota Fraksi PDIP di DPR dari Riezky Aprilia ke Harun Masiku.
Uang suap itu diberikan kepada Wahyu secara bertahap. Perbuatan itu dilakukan Saeful bersama-sama dengan Harun Masiku dan mantan anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Agustiani Tio Fridelina. Namun, Harun Masiku hingga kini masih buron.
(Rangga Tranggana)