20 May 2024, 06:19

Emirsyah Satar dan Soetikno jadi Tersangka di Kejagung, GIAA Rugikan Negara Rp 8,8 T

Garuda Indonesia – ist

daulat.co – Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan dua tersangka baru kasus dugaan korupsi pengadaan pesawat udara pada PT. Garuda Indonesia (persero) Tbk (GIAA). Tahun 2011 s/d 2021. Dua tersangka itu yakni mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia, Emirsyah Satar (ES) dan pendiri PT Mugi Rekso Abadi (MRA) sekaligus Beneficial Owner Connaught International Pte ltd Soetikno Soedarjo.

Sebelumnya, Kejagung telah menjerat tiga tersangka dalam perkara pengadaan pesawat CRJ-1000 dan pengambilalihan pesawat ATR72-600 oleh PT Garuda Indonesia. Ketiga tersangka itu yakni Agus Wahjudo selaku Executive Project Manager Aircraft Delivery Garuda Indonesia periode 2009-2014, Vice President Strategic Management Office Garuda Indonesia periode 2011-2012 Setijo Awibowo, dan Vice President Treasury Management Garuda Indonesia periode 2005-2012 Albert Burhan.

“Kami menetapkan tersangka baru sejak Senin tanggal 27 juni 2022, hasil ekspose kami menetapkan dua tersangka baru, yaitu ES (Emirsyah Satar) selaku Dirut PT Garuda, kedua adalah SS (Soetikno Soedarjo) selaku Direktur PT Mugi Rekso Abadi,” ucap Jaksa Agung, ST Burhanuddin dalam konferensi pers di Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Senin (27/6/2022).

Adapun peran tersangka Emirsyah yakni, membocorkan rencana pengadaan pesawat kepada tersangka Soetikno. Hal itu dinilai bertentangan dengan Pedoman Pengadaan Armada (PPA) milik PT. Garuda Indonesia.

“Tersangka bersama dengan Dewan Direksi HS dan Capt AW memerintahkan tim pemilihan untuk membuat analisa dengan menambahkan sub kriteria dengan menggunakan pendekatan Nett Present Value (NPV) dengan tujuan agar Bombardier CRJ-1000 dan ATR 72-600 dimenangkan/ dipilih,” ujar dia.

Emirsyah juga menginstruksikan kepada tim pemilihan melakukan perubahan analisa yakni dengan menggunakan analisa yang dibuat oleh pihak manufaktur yang dikirim melalui tersangka Soetikno. Kemudian, tersangka Emirsyah juga telah menerima grafikasi dari pihak manufaktur melalui Soetikno dalam proses pengadaan pesawat Bombardier CRJ-1000 dan ATR 72-600.

Sementara peran tersangka Soetikno yakni melakukan komunikasi dengan pihak manufaktur. Komunikasi itu atas bocoran rencana pengadaan pesawat dari tersangka Emirsyah. Kemudian, tersangka Soetikno menjadi perantara dalam menyampaikan gratifikasi dari manufacture kepada tersangka Emirsyah dalam proses pengadaan pesawat Bombardier CRJ-1000 dan ATR 72-600.

“Tersangka telah mempengaruhi Tersangka ES dengan cara mengirim analisa yang dibuat oleh pihak manufaktur sehingga Tersangka ES menginstruksikan tim pengadaan untuk mempedomani dalam membuat analisa sehingga memilih Bombardier CRJ-1000 dan ATR 72-600,” tutur dia.

Pada tahap perencanaan dan tahap evaluasi proses pengadaan pesawat di PT Garuda Indonesia tidak sesuai dengan prosedur pengelolaan armada (PPA). Dalam tahap perencanaan yang dilakukan tersangka Setijo Awibowo, tidak terdapat laporan analisis pasar, rencana rute, analisis kebutuhan pesawat, serta rekomendasi dan persetujuan jajaran direksi.

Para tersangka bersama Emirsyah Satar, yang saat itu menjabat sebagai Direktur Utama PT Garuda Indonesia, dan Hadinoto Soedigno selaku Direktur Teknik mengevaluasi dan menetapkan pemenang pengadaan pesawat Bombardier CRJ-1000 secara tidak transparan, tidak konsisten, dan tidak akuntabel.

Akibat proses pengadaan pesawat CRJ-1000 dan pengambilalihan pesawat ATR 72-600, yang dilakukan tidak sesuai dengan prinsip PPÀ, prinsip pengadaan BUMN, dan business judgment rule, mengakibatkan pesawat selalu mengalami kerugian saat dioperasikan; sehingga menimbulkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 8,8 triliun.

“Kami mendapat penyerahan hasil audit pemeriksaan kerugian negara PT Garuda senilai, kalau di-Indonesia-kan Rp 8,8 triliun, itu kerugian yang ditimbulkan oleh PT Garuda,” ungkap Burhanuddin.

Kejagung menjerat Emirsyah Satar dan Soetikno dengan Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor. Meski demikian, keduanya tidak ditahan oleh Kejagung karena sedang menjalani pidana atas perkara suap yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

“Kedua orang tersangka ini disangka melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU Tipikor dan tidak dilakukan penahanan karena masing-masing sedang menjalani pidana atas kasus PT Garuda yang ditangani oleh KPK,” kata Burhanuddin.

Dikatakan Burhanuddin, perkara yang saat ini diusut pihaknya berbeda yang pernah ditangani dengan KPK. Menurut Burhanuddin, KPK hanya menangani soal penyuapan terkait pesawat Airbus S.A.S (Airbus), Roll-Royce Plc dan Avions de Transport Regional (ATR) melalui intermediary Connaught International Pte Ltd (Connaught International).

“Jadi untuk kasus ES ini tentunya adalah dalam rangka zaman direksi dia, ini kan terjadinya pada waktu itu, ini pertanggungan jawab atas pelaksanaan kerja selama dia menjabat sebagai direktur karena yang di KPK adalah sebatas mengenai suap,” ujar Burhanuddin.

Burhanudin memastikan tidak ada asas ne bis in idem dalam kasus yang ditangani Kejagung dan KPK. Mengingat kasus dugaan korupsi yang menjerat Garuda Indonesia saat ini berkaitan dengan pengadaan dan kontrak-kontrak yang terjadi pada era kepemimpinan Emirsyah Satar.

“Ini mulai dari pengadaannya dan tentunya tentang kontrak-kontrak yang ada, itu yang minta pertanggung jawab, yang pasti bukan ni bes in idem,” ucap Burhanuddin.

Emirsyah dah Soetikno Soedarjo diketahui telah menjadi terpidana perkara suap dan pencucian uang pengadaan pesawat dan mesin pesawat PT Garuda Indonesia yang ditangani KPK. KPK telah mengeksekusi Emirsyah ke Lapas Sukamiskin pada 3 Februari 2021 silam setelah kasasi yang diajukannya ditolak Mahkamah Agung (MA).

Di Lapas Sukamiskin, Emirsyah bakal menjalani hukuman 8 tahun pidana penjara dikurangi masa tahanan sebagaimana putusan Pengadilan Tipikor Jakarta yang dikuatkan putusan Pengadilan Tinggi DKI dan MA. Selain dihukum 8 tahun pidana penjara, Emirsyah Satar juga diwajibkan membayar denda sebesar Rp 1 miliar subsider 3 bulan kurungan serta kewajiban membayar uang pengganti sejumlah Sin$ 2.117.315,27 selama 2 tahun.

Pengadilan Tipikor Jakarta menyatakan Emirsyah terbukti menerima suap senilai Rp 49,3 miliar dan pencucian uang senilai sekitar Rp 87,464 miliar. 

Emirsyah terbukti menerima suap dari sejumlah produsen pesawat, yakni Airbus SAS, Rolls-Royce PLC, Avions de Transport Regional (ATR), dan Bombardier Inc. Untuk pemberian dari Airbus, Rolls-Royce, dan ATR diterima Emirsyah melalui Connaught International Pte Ltd dan PT Ardhyaparamita Ayuprakarsa milik Soetikno Soedarjo. Sedangkan dari Bombardier disebut melalui Hollingsworld Management International Ltd Hong Kong dan Summerville Pacific Inc.

Uang yang diterima Emirsyah dari Rolls-Royce Plc melalui PT Ardyaparamita Ayuprakarsa dan Connaught International terkait TCP mesin RR Trent 700 untuk enam unit pesawat Airbus A330-300 PT Garuda Indonesia yang dibeli tahun 1989 dan empat unit pesawat yang disewa dari AerCAP dan International Lease Finance Corporation (ILFC).

Untuk uang dari Airbus terkait pengadaan pesawat Airbus A330-300/200 dan pengadaan pesawat Airbus A320 Family. Kemudian uang dari Bombardier melalui Hollingworth Management International (HMI) dan Summerville Pasific Inc terkait pengadaan pesawat Sub-100 seater Canadian Regional Jet 1.000 Next Generation (CRJ1.000NG). Sedangkan uang dari ATR melalui Connnaught International terkait pengadaan 21 pesawat ATR 72 seri 600.

Selain Emirsyah, Soetikno Soedarjo juga telah divonis bersalah dan dijatuhi hukuman 6 tahun penjara dan denda sebesar Rp 1 miliar subsider 3 bulan kurungan.

(Rangga Tranggana)

Read Previous

KPK Pastikan Tak Abaikan Dugaan Tindak Pidana Korupsi Waskita Karya

Read Next

KPK Jebloskan Adik Bupati Muna ke Bui