
daulat.co – Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Bambang Kayun Bagus Panji Sugiharto didakwa menerima suap senilai Rp 57.126.300.000. Diduga mantan Kasubag Penerapan Pidana dan HAM Bagian Penerapan Hukum Biro Bantuan Hukum Divisi Hukum Polri menerima uang tersebut terkait pengurusan surat perlindungan hukum dan pengkondisian proses penyidikan Emylia Said dan Herwansyah atas
perkara Pidana Umum di Bareskrim Mabes Polri.
Hal itu terungkap saat jaksa penuntut umum (JPU) pada KPK membacakan surat dakwaan terdakwa Bambang Kayun, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (25/5/2023). Emylia dan Herwansyah yang merupakan pasangan suami istri (pasutri) diketahui masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) Bareskrim Mabes Polri.
Emylia dan Herwansyah diketahui ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara pidana umum di Bareskrim Mabes Polri dengan Laporan Polisi nomor LP/120/|1/2016/Bareskrim tanggal 3 Februari 2016 terkait pemalsuan surat dalam perebutan hak waris perusahaan kapal, PT Aria Citra Mulia.
“Telah melakukan beberapa perbuatan yang mempunyai hubungan sedemikian rupa
sehingga harus dipandang sebagai perbuatan berlanjut telah menerima hadiah yaitu Terdakwa telah menerima hadiah dari Emylia Said dan Herwansyah (keduanya merupakan DPO Bareskrim Mabes Polri) berupa uang secara bertahap baik dalam bentuk tunai melalui Farhan dan melalui transfer pada Bank Mandiri Cabang Pontianak nomor rekening 1460004537564 atas nama Yayanti dan barang berupa 1 unit Mobil Toyota Fortuner dengan total sejumlah Rp 57.126.300.000, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yaitu agar Terdakwa membantu Emylia Said dan Herwansyah terkait perkara Pidana Umum di Bareskrim Mabes Polri yang antara lain untuk mengkondisikan proses penyidikan dan pengurusan surat perlindungan hukum,” ucap jaksa.
Perkara pidana umum yang menyeret Emylia dan Herwansyah di Bareskrim Mabes Polri bermula atas laporan Dewi Ariati berdasarkan Laporan Polisi nomor : LP/120/II/2016/Bareskrim tanggal 03
Februari 2016 dengan dugaan Tindak Pidana Pemalsuan Surat. Atas bantuan Farhan dan Boy Prayana Sidhi, Emylia dan Herwansyah berkonsultasi di Jakarta.
“Bahwa pada sekitar pertengahan tahun 2016, Boy Prayana Sidhi yang merupakan Tetangga rumah Terdakwa pada saat bertugas di Pontianak menghubungi Terdakwa melalui telepon dan menyampaikan bahwa temannya yang bernama Farhan mempunyai kakak yang bernama Emylia Said dan Herwansyah yang berdomisili di Jakarta dilaporkan ke Badan Reserse Kriminal Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia,” ujar jaksa.
“Sekitar Bulan Juni 2016, Boy Prayana Sidhi, Farhan, Herwansyah dan Emylia Said menemui Terdakwa di area restoran Hotel Ibis Sunter Jakarta Utara. Setelah perkenalan, Emylia Said dan Herwansyah menceritakan permasalahannya dengan Dewi Ariati dan Terdakwa menyampaikan dapat membantu dengan melobi Penyidik Bareskrim Mabes Polri yang menangani kasus tersebut,” kata jaksa menambahkan.
Untuk langkah awal, Bambang mengarahkan Emylia dan Herwansyah mengajukan surat perlindungan hukum kepada Divisi Hukum Mabes Polri. Surat tersebut akan dibuatkan oleh Bambang.
“Terdakwa juga menyampaikan untuk pengurusan surat perlindungan hukum tersebut Terdakwa meminta sejumlah uang yaitu sebesar Rp 400.000.000,” tutur jaksa.
Selanjutnya, Emylia memerintahkan Farhan untuk menemui Herwansyah dan mengambil uang tunai di kantor PT ARIA CITRA MULIA yang beralamat di Komplek Harmoni Plaza Blok B No.48-50 Kecamatan Gambir, Jakarta Pusat. Herwansyah kemudian menyerahkan uang yang dibungkus amplop tersebut kepada Farhan.
“Oleh Farhan uang tersebut diserahkan kepada Terdakwa di Kantor Divisi Hukum Mabes Polri di Jalan Trunojoyo No.3 Jakarta Selatan, kemudian uang tersebut dihitung oleh Terdakwa di hadapan Farhan lalu disimpan di bawah meja kerja Terdakwa,” ujar jaksa.
Sekitar 1 minggu kemudian, Penyidik Unit II pada Subdirektorat II Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Mabes Polri mengirimkan Surat Panggilan Pertama yang dilanjutkan dengan Surat Panggilan Kedua kepada Emylia dan Herwansyah namun kedua panggilan tersebut tidak dihadiri oleh keduanya dengan alasan sedang sakit. Emylia dan Herwansyah bersama dengan Farhan kemudian menemui terdakwa Bambang Kayun di Spring Hill Golf Residence, Jakarta Utara.
Dalam pertemuan itu, Emylia dan Herwansyah menyampaikan tidak bersedia menghadiri pemeriksaan di Mabes Polri. Keduanya justru menginginkan pemeriksaan dilakukan di Kantor PT ARIA CITRA MULIA.
“Atas Permintaan Emylia Said dan Herwansyah tersebut, Terdakwa menyatakan akan membantu dan meminta disiapkan uang sebesar Rp 700.000.000 yang akan diberikan kepada Penyidik yang menangani dan disetujui oleh Emylia Said dan Herwansyah,” ungkap jaksa.
Kemudian Herwansyh menyerahkan uang Rp 700 juta yang terbungkus dalam amplop kepada Farhan di PT ARIA CITRA MULIA untuk diserahkan kepada Bambang. Farhan selanjutnya menemui Bambang di ruangannya di Divisi Hukum Mabes Polri dan menyerahkan uang tersebut kepada Bambang.
“Lalu Terdakwa menyampaikan kalau uang tersebut akan dibagikan kepada seluruh penyidik yang menangani kasus Emylia Said dan Herwansyah, kemudian setelah itu Terdakwa
memanggil beberapa orang Penyidik dan membagikan uang dalam kantong plastik tersebut,” ungkap jaksa.
Beberapa hari kemudian, Penyidik Bareskrim Polri Agus Prasetyono, Budi Setiawan, dan Suradi melakukan pemeriksaan terhadap Emylia dan Herwansyah di Kantor PT ARIA CITRA MULIA. Sebelum pemeriksaan dilakukan, Bambang Kayun mengarahkan Emylia dan Herwansyah melalui Farhan untuk menyiapkan 4 kotak yang berisi kue dan uang dalam amplop masing-masing
sebesar Rp 40 juta.
“Yang totalnya sebesar Rp 160 juta, lalu diserahkan oleh Farhan kepada penyidik yang datang melakukan pemeriksaan terhadap Emylia Said dan Herwansyah,” ungkap jaksa.
Pada 26 Oktober 2016, dilakukan rapat gelar perkara oleh Penyidik dan menyimpulkan telah cukup alat bukti untuk menaikan status Emylia dan Herwansyah menjadi tersangka. Terdakwa Bambang selaku Kepala Sub Bagian Penerapan Pidana dan HAM Bagian Penerapan Hukum Biro Bankum Divisi Hukum Polri saat itu juga mengikuti rapat tersebut.
“Namun dalam gelar perkara tersebut, Terdakwa menyampaikan bahwa terhadap objek laporan awal yaitu Akte Keluarga yang menjadi Surat Keputusan Sirkuler para Pemegang Saham PT ARIA CITRA MULIA cacat hukum atau Error in Obyekto dan Pemeriksaan Laboratorium Forensik yang dilakukan atas dokumen notaris serta pemeriksaan notaris tidak sah dikarenakan tidak ada izin dari Majelis Kehormatan Notaris,” kata jaksa.
Mengetahui status Emylia dam Herwansyah akan dinaikan menjadi Tersangka, Bambang kemudian menindak lanjuti Surat Permohonan perlindungan hukum atas nama pasutri tersebut kepada atasan Bambang Kayun di Divisi Hukum Mabes Polri. Kemudian dilakukan Rapat Klarifikasi Penerapan hukum atas penanganan Laporan Polisi Nomor : LP/120/II/2016/BARESKRIM POLRI pada tanggal 03 November 2016.
Rapat Klarifikasi itu dihadiri antara lain oleh Propam Polri, Puslabfor Polri, Irwasum Polri dan Birowasidik, Penyidik Subdit II Bareskrim Polri dan Bambang yang mewakili Divisi Hukum Mabes Polri. Dalam Laporan
Hasil Rapat tersebut, menyebutkan bahwa terdapat tindakan Penyidik yang tidak
professional, yaitu:
1. Tidak adanya tindakan hukum Penyelidikan terhadap Laporan Polisi nomor : LP/120/II/2016/Bareskrim tanggal 03 Februari 2016;
- Objek yang menjadi pemeriksaan oleh Penyidik berupa Minuta Akta Sirkuler Pemegang Saham PT ARIA CITRA MULIA dan tidak melakukan pemeriksaan mendalam terhadap Kartu Keluarga yang juga menjadi dasar Dewi Irawati membuat Laporan Polisi dan mengakibatkan Cacat hukum Penyidikan (Error of Investigato);
- Pemeriksaan Notaris dan Pengambilan Minuta Akta sirkuler PT ARIA CITRA MULIA untuk dilakukan pemeriksaan forensilk oleh Penyidik dilakukan tanpa ijin dari Majelis Kehormatan Notaris sehingga tidak sesuai dengan ketentuan hukum,” ujar jaksa.
Namun pada akhirnya pada November 2016, Emylia dan Herwansyah ditetapkan sebagai tersangka oleh Penyidik Bareskrim Polri. Atas hal tersebut, Bambang melalui Farhan mengarahkan Emylia dan Herwansyah mengajukan kembali Surat Perlindungan Hukum kepada Divisi Hukum Mabes Polri.
Untuk pengurusan surat tersebut, Bambang kembali meminta uang Rp 400 juta. Uang kemudian diserahkan Farhan ke Bambang Kayun di kantornya.
Selain mengajukan surat perlindungan hukum, Bambang juga mengarahkan Emylia dan Herwansyah mengajukan praperadilan ke PN Jakpus. Pada intinya gugatan tersebut dimenangkan Emylia dan Herwansyah.
“Setelah putusan pra peradilan tersebut, Terdakwa menyampaikan kepada Emylia Said dam Herwansyah melalui Farhan agar Terdakwa dibelikan Mobil Toyota Fortuner dan permintaan tersebut disangggupi dengan cara Herwasyah melakukan pemesanan 1 unit Mobil Toyota Fortuner Attitude Black Mica di Auto2000 Juanda seharga Rp 476.300.000,” ujar jaksa.
Namun, pada tanggal 21 April 2021, pasutri itu ditetapkan kembali sebagai tersangka. Atas penetapan itu, Bambang kembali mengarakan keduanya untuk kembali menempuh gugatan praperadilan. Sialnya, hakim tunggal persidangan praperadilan PN Jakarta Selatan yang mengadili perkara nomor : 61/Pid.Pra/2021/PN.Jkt.Sel menjatuhkan putusan menolak permohonan praperadilan dari Emylia dan Herwansyah dikarenakan tidak memenuhi syarat formil.
Selain menerima pemberian uang dan Mobil Toyota Fortuner terkait pengurusan perkara, Bambang jug menerima uang dari perusahaan- perusahaan yang terafiliasi dengan Emylia dan Herwansah secara bertahap dengan jumlah total Rp 55,1 miliar.
Atas perbuatannya, Bambang Kayun didakwa dengan Pasal 12 Huruf a atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 64 Ayat 1 KUHP.
(Rangga)