28 March 2024, 16:54

Bos PT MRA Didakwa Menyuap dan Cuci Uang Bersama Eks Bos Garuda Indonesia

daulat.co – Pemilik PT Mugi Rekso Abadi (MRA), Soetikno Soedarjo didakwa jaksa penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyuap mantan Dirut PT Garuda Indonesia, Emirsyah Satar. Suap yang diberikan Soetikno kepada Emirsyah berkaitan dengan sejumlah kontrak pengadaan pesawat dan mesin pesawat.

Hal itu diungkap Jaksa KPK saat membacakan surat dakwaan terdakwa Soetikno Soedarjo, di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis (26/12/2019). Jaksa menyebut dugaan tindak pidana suap tersebut dilakukan secara bertahap dalam ratang waktu 2009 hingga 2014.

Menurut jaksa, suap yang diberikan Soetikno berbentuk empat mata uang dengan rincian Rp5.859.754.797 (Rp 5,8 miliar), 884.200 dolar Amerika Serikat, 1.020.975 Euro, serta 1.189.208 dolar Singapura. Jika dikonversi dalam bentuk rupiah saat ini, seluruh suap untuk Emirsyah berjumlah Rp 46,1 miliar.

Adapun kontrak pengadaan itu yakni Total Care Program (TCP) mesin Rolls Royce Trent 700; pengadaan pesawat Airbus A330-300. Kemudian, pengadaan pesawat Airbus A320 untuk PT Citilink‎ Indonesia; pengadaan pesawat Bombardier CRJ1.000; serta pengadaan pesawat ATR 72-600 oleh PT Garuda Indonesia.

Atas perbuatannya, Soetikno didakwa melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf b dan atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 65 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

“Terdakwa telah melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan yang diancam dengan pidana pokok yang sejenis,” ucap Jaksa KPK, Lie Putra Setiawan saat membacakan surat dakwaan.

Selain perkara dugaan suap, Soetikno juga didakwa melakukan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Bos PT Ardyaparamita Ayuprakarsa dan Connaught International Pte. Ltd itu didakwa mencuci uang hasil dugaan korupsi bersama-sama Emirsyah Satar.

Terdakwa telah melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan yang diancam pidana pokok sejenis berupa menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga, atas harta kekayaan.

Dikatakan jaksa Lie, uang hasil dugaan tindak pidana korupsi Soetikno dan Emirsyah disamarkan dengan dititipkan ke rekening Woodlake International di USB sebesar 1.458.364 dolar Amerika Serikat.

“Woodlake International adalah sebuah perusahaan di Singapura
yang dimiliki Emirsyah Satar,” ungkap Jaksa.

Soetikno dan Emirsyah juga menggunakan hasil korupsinya untuk melunasi utang kredit di UOB Indonesia dan apartemen di Melbourne, Australia. Kemudian pelunasan pembelian apartemendi Silversea marina Green Singapura sejumlah SGD1.050.456,00 (satu juta lima puluh ribu empat ratus lima puluh enam dolar Singapura).

Keduanya juga menyamarkan hasil korupsinya dengan ‎mengalihkan kepemilikan satu apartemen di 48 Marine Road Parade Road Singapura kepada Innospace Invesment Holding.

Selain itu, pembayaran rumah di Jalan Pinang Merah II Blok SK No.7-8 sejumlah Rp 5.400.000.000,00 (lima miliar empat ratus juta rupiah);
lembayaran pajak pembelian rumah Jalan Pinang Merah II Blok SK No.7-8
sejumlah Rp 390.000.000 (tiga ratus sembilan puluh juta rupiah).

“Diterima melalui rekening HSBC Singapura a.n. EMIRSYAH SATAR dan
SANDRINA ABUBAKAR dengan nomor 152279675496 sejumlah SGD400.000,” tutur jaksa.

Jaksa menduga perbuatan keduanya itu sebagai modus untuk menyembunyikan hasil tindak pidana korupsi. Atas perbuatan itu, terdakwa Soetikno dijerat dengan Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun
2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo.
Pasal 55 ayat (1) ke-1 dan Pasal 65 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

“Patut diduga merupakan merupakan hasil tindak pidana korupsi dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul harta kekayaannya,” ujar Jaksa Lie.

(Rangga Tranggana)

Read Previous

Febri Diansyah Mundur jadi Jubir, Pimpinan KPK Segera Tunjuk Pengganti

Read Next

Eks Anggota Komisi XI DPR Didakwa Terima Suap USD22 Ribu dan Rp 2,65 Miliar